REAKSI
SUBSTITUSI AROMATIK KEDUA DAN KETIGA SERTA KAITANNYA DENGAN PERSAMAAN HAMMET
Reaksi
substitusi nukleofilik pada senyawa aromatik berlangsung melalui 2 tahap yaitu:
(1) serangan nukleofil yang berlangsung dengan lambat dan menghasilkan suatu
karbanion. Tahap ini merupakan tahap penentu laju reaksi. (2) lepasnya gugus
pergi dari karbanion yang berlangsung cepat.
Mekanisme
reaksi pada masing-masing tahap tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Tahap 1:
Produk pada
tahap 1 tersebut merupakan hibrida resonansi dari struktur-struktur berikut:
Tahap 2:
SUBSTITUSI PERTAMA
1. Elektrofil menyerang elektron pi suatu cincinbenzena menghasilkan suatu macam karbokation yang terstabilkan oleh resonansi yang disebut ion arenium atau ion benzenonium
2. Ion benzenonium bereaksi lebih lanjut, dalam hal ini sebuah ion hidrogen dibuang dari dalam zat antara (misal ditarik oleh HSO4-) untuk menghasilkan produk substitusi
2. Ion benzenonium bereaksi lebih lanjut, dalam hal ini sebuah ion hidrogen dibuang dari dalam zat antara (misal ditarik oleh HSO4-) untuk menghasilkan produk substitusi
SUBSTITUSI KEDUA
Orientasi dan Reaktifitas
(Aromatik monosubstitusi) Jika telah terbentuk cincin benzena monosubstitusi maka substituen yang ada pada cincin mengarahkan kedudukan substitusi berikutnya (o, m, p), yang kemungkinan reaksi akan lebih lambat atau lebih cepat dari cincin benzena sendiri (gugus/substituen deaktifasi atau aktifasi)
(Aromatik monosubstitusi) Jika telah terbentuk cincin benzena monosubstitusi maka substituen yang ada pada cincin mengarahkan kedudukan substitusi berikutnya (o, m, p), yang kemungkinan reaksi akan lebih lambat atau lebih cepat dari cincin benzena sendiri (gugus/substituen deaktifasi atau aktifasi)
Gugus
Pengarah Orto, Para (Aktivator)
Pada
salah satu dari ketiga penyumbang resonansi pada ion benzenonium antar
(intermediet) untuk substitusi orto atau para, muatan positif berada pada
karbon pembawa metil. Penyumbang resonansi itu ialah karbokation tersier dan
lebih stabil daripada penyumbang lainnya, yang merupakan karbokation sekunder.
Sebaliknya, dengan serangan meta, semua penyumbang adalah karbokation sekunder,
muatan positif pada ion benzenonium intermediet tidak pernah bersebelahan
substituen metil. Dengan demikian, gugus metal ialah pengarah orto, para,
karena reaksi ini dapat berlangsung melalui karbokation intermediet yang paling
stabil. Sama halnya, semua gugus alkil adalah orto, para.
Struktur
resonansi untuk zat antara tersubtitusi orto.
Struktur
resonansi untuk zat antara tersubtitusi meta.
Pada
senyawa klorobenzena dengan gugus NO2
pada posisi orto dan para pada salah satu struktur resonansi zat antaranya
muatan negatif dari inti berdampingan dengan gugus penarik elektron dapat
menstabilkan karbanion. Pada substitusi meta hal ini tidak terjadi, sehingga
substitusi meta kurang menstabilkan karbanion dibandingkan substitusi orto dan
para. Bila gugus substituennya nitro, akan diperoleh struktur yang sangat
stabil karena gugus nitro tersebut membantu penyebaran muatan negatif dengan
cara resonansi. Jadi dapat disimpulkan bahwa bila substituennya pada posisi
orto atau para lebih menstabilkan zat antara karbanion dari pada substituen
meta.
Gugus Pengarah Meta
Suatu
pengarah meta mempunyai atom bermuatan positif atau sebagian posistif yang
terikat pada cincin benzena. Dalam reaksi substitusi nitrobenzena, gugus
nitronya tidak menambah kestabilan pada intermediatnya. Malahan intermediat
substitusi orto, atau para dan keadaan transisinya kurang stabil (karena energi
yang tinggi), karena sebuah struktur resonansi mengandung muatan positif pada
atom berdekatan. Oleh karena itu, substitusi terjadi lebih baik pada tempat
meta, sebab keadaan transisi dan intermediatnya pada tempat yang berdekatan
tidak mengandung muatan positif. Pada jalan ini, terdapat muatan positif yang
lebih sedikit dan intermediatnya mempunyai energi lebih sedikit daripada
tempat-tempat lain.
Efek Substituen Pada Reaktivitas
Substituen
tidak saja mempengaruhi posisi substitusi, tetapi juga mempengaruhi laju
substitusi, yaitu apakah akan berlangsung lebih lambat atau lebih cepat
dibandingkan benzena. Suatu substituen dianggap sebagai pengaktif (activating)
jika lajunya lebih cepat dan pendeaktif (deactivating) jika lajunya lebih
lambat.
Dalam
semua gugus pengarah meta, atom yang berhubungan dengan cincin membawa muatan
positif penuh atau parsial dan dengan demikian akan menarik elektron dari
cincin. Semua pengarah meta dengan demikian juga merupakan gugus pendeaktif
cincin. Sebaliknya, gugus pengarah oto para pada umumnya memasok elektron ke
cincin dan dengan demikian merupakan pengaktif cincin. Akan halnya halogen (F,
Cl, Br, dan I), kedua efek yang berlawanan ini, mengakibatkan pengecualian
penting pada aturan tersebut. Karena bersifat sebagai penarik elektron kuat,
halogen merupakan pendeaktif cincin, namun karena adanya pasangan elektron
bebas, maka halogen adalah pengarah orto para
PERSAMAAN HAMMET
Pada tahun 1937 Hammett
mengusulkan suatu hubungan kuantitatif untuk menghitung pengaruh substituen
terhadap reaktivitas molekul, hubungan ini disebut persamaan Hammett.
log k / ko = σ ρ
Dengan k = tetapan hidrolisis
ester tersubstitusi meta atau para
Ko = tetapan hidrolisis yang bekaitan dengan senyawa
tak tersubstitusi
σ = tetapan substituen
ρ = tetapan reaksi
Persamaan
ini menggambarkan pengaruh substituen polar posisi meta atau para terhadap sisi
reaksi turunan benzena. Persamaan Hammet tidak berlaku untuk substituen pada
posisi orto karena adanya efek sterik, dan juga terhadap turunan alifatik
karena pelintiran rantai karbon dapat menimbulkan aksi sterik.
Pada posisi ortho tidak berlaku persamaan hammet dapat diakibatkan oleh adanya efek sterik, dimana efek sterik tersebut akan meningkatkan energi potensial senyawa dan cenderung untuk menurunkan kestabilan molekul senyawa serta memiliki reaktifitas yang tinggi. Selain itu, laju reaksi yang terjadi pada posisi ortho berjalan sangat cepat sehingga tidak dapat dihitung menggunakan persamaan hammet.
Masuknya substituen kedua pada mekanisme reaksi substitusi senyawa aromatis tergantung pada subsituen pertamanya. Jika substituen nya bersifat pengaktivasi maka substituen tersebut sebagai pengarah ortho dan para, sedangkan jika substituennya bersifat pendeaktiv maka substituen tersebut sebagai pengarah meta.
Pertanyaan :
1. Mengapa pada senyawa klorobenzena dengan gugus NO2 pada posisi ortho dan para lebih stabil dibandingkan dengan posisi meta?
2. Bagaimana pengaruh substituen pada reaktivitas senyawa?
SUMBER :
R. J. Fessenden, J. S. Fessenden/A. Hadyana Pudjaatmaka (1986). Kimia Organik, (terjemahan dari Organic Chemistry, 3rd Edition),
Erlangga, Jakarta
Fessenden. 1986. Kimia Organik
Jilid I. Jakarta : Erlangga
Firdaus. 2009. Kimia Organik Fisis
1. Makassar: UNHAS
Terimakasih untuk penjelasannya yonanda, sangat bermanfaat
BalasHapusDisini saya akan mencoba menjawab pertanyaan yang diajukan
1. Karena pada posisi orto dan para pada salah satu struktur resonansi zat antaranya muatan negatif dari inti berdampingan dengan gugus penarik elektron dapat menstabilkan karbanion. Pada substitusi meta hal ini tidak terjadi, sehingga substitusi meta kurang menstabilkan karbanion dibandingkan substitusi orto dan para.
2. Pengaruh substituen pada reaktivitas adalah Suatu substituen dianggap sebagai pengaktif (activating) jika lajunya lebih cepat dan pendeaktif (deactivating) jika lajunya lebih lambat.
Terimakasih :)
Menurut saya, pengaruh substituen pada reaktivitas senyawa ialah suatu substituen yang dianggap sebagai pengaktif (activating) jika lajunya lebih cepat dan pendeaktif (deactivating) jika lajunya lebih lambat.
BalasHapuspengaruhnya disini adalah bergantung dari reaksi yang terbentuk apakah lebih cepat atau lambat yang mempengruhinya adalah aktivator atau deaktivatornya
BalasHapusterima kasih atas materinya, menurut saya jawaban pertanyaan no 2 yaitu substituen mempengaruhu jalannya rekasi, dimana hika susbtituen merupakn gugus aktivasi maka laju rekasi akan besar namun jika substituen pendekativasi maka reaksi akan berjalan lambat
BalasHapusMenurut saya untuk jawaban no. 2 Pengaruh substituen pada reaktivitas adalah Suatu substituen dianggap sebagai pengaktif (activating) jika lajunya lebih cepat dan pendeaktif (deactivating) jika lajunya lebih lambat.
BalasHapussaya akan menjawab pertanyaan pertama hal itu Karena pada posisi orto dan para pada salah satu struktur resonansi zat antaranya muatan negatif dari inti berdampingan dengan gugus penarik elektron dapat menstabilkan karbanion. Pada substitusi meta hal ini tidak terjadi, sehingga substitusi meta kurang menstabilkan karbanion dibandingkan substitusi orto dan para.
BalasHapusTerima kasih atas materinya
BalasHapusMenurut saya pengaruh substituen pada reaktivitas senyawa ialah suatu substituen yang dianggap sebagai pengaktif jika lajunya lebih cepat dan pendeaktif jika lajunya lebih lambat.
terimakasih atas materinya :)
BalasHapussaya akan menjawab pertanyaan nmor 2 anda. menurut saya pengaruh substituen pada reaktivitas adalah Suatu substituen dianggap sebagai pengaktif jika lajunya lebih cepat dan pendeaktif jika lajunya lebih lambat.
Jawaban yoyon :
BalasHapus1. Karena pada posisi orto dan para pada salah satu struktur resonansi zat antaranya muatan negatif dari inti berdampingan dengan gugus penarik elektron dapat menstabilkan karbanion. Pada substitusi meta hal ini tidak terjadi, sehingga substitusi meta kurang menstabilkan karbanion dibandingkan substitusi orto dan para.
2. Pengaruh substituen pada reaktivitas adalah Suatu substituen dianggap sebagai pengaktif (activating) jika lajunya lebih cepat dan pendeaktif (deactivating) jika lajunya lebih lambat.
Saya akan mencoba menjawab no 1
BalasHapusMenurut saya pada posisi orto dan para pada salah satu struktur resonansi zat antaranya muatan negatif dari inti berdampingan dengan gugus penarik elektron dapat menstabilkan karbanion. Pada substitusi meta hal ini tidak terjadi, sehingga substitusi meta kurang menstabilkan karbanion dibandingkan substitusi orto dan para.